Entri Populer

KONFLIK BUDAYA DAN AGAMA

on November 13, 2010

Kalau kita hendak menulis cerpen atau cerbung, kadang terlintas di benak kita: konfliknya apa, ya? Waduh, garing banget konfliknya! Bagi saya, konflik itu ibarat bumbu penyedap. Nggak ada konflik, wah, ibarat bakso nggak pake kuah. Coba aja kamu beli bakso. Cuma ada mie sama bakso, nggak ada kuahnya. Garing banget ’kan! Nah, begitu juga cerpen atau novel! Kalau nggak ada konflik, bacanya suntuk banget. BUDAYA Kalau kita perhatikan, konflik-konflik yang ada di cerpen atau novel rata-rata klasik; si baik (protagonis) lawan si jahat (antagonis). Ini sudah jadi resep unggulan dan cenderung sama. Begitu juga di film-film. Pokoknya, si jahat pasti kalah sama si putih. Kalau kita kehabisan bensin menggali para tokoh yang itu-itu saja, misalnya tokoh si A dan si B berkelahi gara-gara rebutan pacar atau mau dikeluarin dari sekolah gara-gara belum bayaran, mungkin kita bisa menggali konflik budaya para tokohnya. Ini konflik yang menantang kita sebagai penulis. Kita bisa melihat konflik budaya para tokoh di novel-novel karya angkatan Pujangga Baru. Misalnya ”Siti Nurbaya” karya Marah Roesli (angkatan BalaiPustaka). Walaupun belum mempertentangkan konflik dua budaya, tapi konflik internal budaya Padang sangat menonjol. Konflik dua budaya mulai muncul pada masa Pujangga Baru yang dimotori Sutan Takdir Alisjahbana, yang dengan lantang mengatakan, bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus mau membuka diri terhadap kebudayaan Barat (Eropa). Terbukti, novel-novel STA dan kawan-kawannya sesama Pujangga Baru, sangat kuat menonjolkan pertentangan budaya para tokohnya; yaitu budaya Timur dan Barat. Memang sangat sulit membuat cerita dengan latar belakang (setting) budaya tertentu. Apalagi membangun konflik internal di dalamnya. Terlebih-lebih membenturkan kedua budaya yang berlainan. Sebetulnya di negeri ini sangatlah kaya dengan ragam buadaya. Jika kita mau berlelah-lelah melakukan riset banyak daerah yang mempunyai tradisi unik; seperti Batak di Medan, Minangkabau di Padang, Bugis di Makasar, Dayak di Kalimantan, dan masih banyak lagi budaya di negeri kita ini. AGAMA
Konflik agama juga pernah ditulis oleh Achdiat Kartamihardja. Karyanya yang menurut saya fenomenal adalah ”Atheis”. Cerita itu termasuk roman psikologis. Sangat kuat sekali konflik dengan latar belakang agama. Bagaimana para tokohnya mulai tidak memercayai adanya Allah. Cerpen AA. Navis, ”Robohnya Surau Kami” juga termasuk ke dalam jenis ini, yang menceritakan bagaimana pemahaman ulama atau kiyai tentang Islam. Diceritakan di cerpen itu, bagaimana seorang haji masuk neraka. Ternyata Allah murka kepada tokoh haji, yang pekerjaannya hanya berdoa, tanpa mengindahkan masyarakat sekelilingnya. Di zaman ini, dalam industri film, Hollywood (American minded) sangat getol membangun konflik dua budaya lewat film-filmnya; Timur Tengah dan Amerika. Bahkan sudah cenderung mengarah ke konflik dua agama; Islam dan Kristen, yang sangat kentara dipolitisir oleh mereka. Ya, ada kepentingan politik di dalamnya. Film-film itu tidak sekedar karya seni semata, tapi juga mengandung propaganda, agar kita memperoleh citra negatif terhadap Islam. Para penulis Forum Lingkar Pena (FLP) sabetulnya punya kekuatan untuk menggarap konflik dengan latar belakang budaya sekaligus agama. Konflik-konflik di seputar agama dan budaya dengan sendirinya akan tergali. Walaupun baru sebatas konflik internal para tokohnya terhadap keislamannya, tapi itu tidak menutup kemungkinan pada masa yang akan datang muncul cerita-cerita yang mempertentangkan dua agama; Islam dan Kristen. Di cerpen-cerpen Helvy Tiana Rossa dan Sakti Wibowo, sebetulnya sudah muncul dan menggali hal itu. Bagi HTR dan Sakti, konflik agama tidak bisa dipisahkan dari politik. Cerpen-cerpen epik mereka diwarnai dengan pertentangan dua hal; agama dan politik yang berbeda. Setting Palestina dan Poso yang belum mereka injak, tenyata sanggup mereka hadirkan dengan kekuatan imajinasi dan riset pustaka. Nah, kita sebagai penulis pemula, sebetulnya bisa dengan mudh memulainya. Bacalah Al-Qur’an. Bertebaran sekali ide di sana. Allah sudah memberi kita kemudahan untuk mengembangkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk cerpen atau novel. Jika kita membaca, bahwa menyembah makhluk lain selain Allah itu musyrik, kita bisa menyebarkannya dalam bentuk cerita pendek (dakwah lewat tulisan). Tema-tema tentang syirik (menyembah kuburan atau benda keramat), zakat (iri hati atau kikir), anak yang soleh (durhaka terhadap ibu), memelihara anak yatim (mencuri yang bukan hak), adalah tema-tema yang bisa kita tulis dan memunculkan konflik-konlik agama serta budaya. Tentu kita harus melakukan riset, tekun, dan bekerja keras Tapi, percayalah, kita sebagai calon penulis bisa memulainya. *** *) Rumah Dunia, 23 September 2006*) Bengkel Cerpen Annida September 2006

0 komentar:

Posting Komentar